Pemerintah Indonesia saat ini tengah mendorong pemanfaatan hidrogen sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan. Meski ramah lingkungan dan efisien, teknologi ini masih menghadapi sejumlah kendala yang membuatnya sulit untuk diterapkan secara masif di dalam negeri. Tantangan utama terletak pada keterbatasan infrastruktur serta tingginya harga produksi hidrogen yang belum bisa menyaingi bahan bakar konvensional yang telah lama digunakan masyarakat.
Indra Chandra Setiawan dari PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menjelaskan bahwa harga ideal agar hidrogen bisa diterima pasar adalah sekitar Rp 80 ribu per kilogram. Sayangnya, saat ini harga hidrogen secara global masih berada di atas US$ 5 per kilogram. Toyota sendiri telah membuktikan bahwa kendaraan berbahan bakar hidrogen mampu menempuh jarak 100 kilometer hanya dengan 1 kg hidrogen. Namun, daya saingnya masih tertinggal jika dibandingkan dengan bahan bakar bersubsidi seperti Pertalite atau Biosolar, yang harganya jauh lebih murah karena adanya intervensi dari pemerintah.
Menurut Hary Devianto dari Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy, target jangka panjang adalah menurunkan harga hidrogen menjadi hanya US$ 1 per kilogram agar lebih kompetitif dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan dukungan besar dari pemerintah, terutama dalam bentuk insentif fiskal dan regulasi yang mendukung. Indra juga menambahkan bahwa teknologi baru seperti hidrogen membutuhkan investasi awal yang besar, sehingga kehadiran subsidi atau bantuan pendanaan dari negara menjadi kunci agar teknologi ini bisa berkembang pesat, mencapai skala ekonomi, dan menjadi bagian dari masa depan energi nasional yang lebih bersih dan berkelanjutan.