Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif yang bertujuan menghapus kebijakan kendaraan listrik (EV) yang diterapkan pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden. Trump menyebut kebijakan tersebut sebagai “mandat” yang membatasi pilihan konsumen dan menghambat inovasi ekonomi.
Langkah ini termasuk pelemahan standar emisi kendaraan, yang dinilai dapat berdampak negatif pada lingkungan. Trump juga mendeklarasikan “darurat energi nasional” untuk mengurangi regulasi lingkungan, memberi peluang lebih luas bagi perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan polusi yang lebih bebas.
Trump mengarahkan penghentian pendanaan untuk infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik, yang sebelumnya dialokasikan melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi dan Undang-Undang Investasi Infrastruktur dan Pekerjaan. Dana untuk proyek pengisian daya kendaraan listrik seperti Program Formula Infrastruktur Kendaraan Listrik Nasional juga masuk dalam daftar yang dihentikan.
Sebagai gantinya, Trump menginstruksikan lembaga-lembaga pemerintah untuk fokus pada pengembangan energi tradisional, seperti minyak, gas bumi, batu bara, serta bahan bakar nuklir dan mineral penting lainnya, termasuk tanah jarang. Mineral ini memiliki peran strategis dalam pengembangan teknologi, termasuk kendaraan listrik, persenjataan, dan elektronik.
Langkah ini dilakukan bersamaan dengan upaya pelonggaran standar emisi kendaraan yang sebelumnya diperketat oleh pemerintahan Biden. Meski demikian, industri otomotif yang telah menginvestasikan miliaran dolar dalam teknologi kendaraan listrik kemungkinan akan tetap melanjutkan inovasi mereka.
Penjualan mobil listrik di AS terus meningkat. Pada tahun 2024, konsumen membeli sekitar 1,3 juta mobil listrik, naik 7,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Mobil listrik kini menyumbang 8,1 persen dari total penjualan kendaraan di AS.
Namun, keputusan Trump ini menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lingkungan. Transportasi menyumbang sekitar 28 persen dari total emisi gas rumah kaca di AS. Emisi karbon dari bahan bakar fosil menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk perubahan iklim, yang memicu bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, dan angin topan.